Terkait Vaksin COVID-19 Berbayar yang Dinilai Tak Tepat Akhirnya Kemenkes Angkat Bicara

Lintasbalikpapan.com, JAKARTA – Menyoal pemberlakuan vaksinasi COVID-19 berbayar, sejumlah pihak termasuk Komisi IX DPR RI menilai kebijakan ini tidak tepat. Hal ini dikarenakan tren kasus COVID-19 belakangan kembali meningkat seiring dengan laporan varian COVID-19 JN.1.

Dilansir dari Detik.com, Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Kurniasih Mufidayanti menyoroti jumlah kasus aktif atau pasien yang masih menjalani perawatan di RS maupun isolasi mandiri berada di angka 2.600 orang. Dirinya menyebut masih banyak masyarakat Indonesia yang belum mengakses vaksinasi COVID-19 gratis.

Kurniasih pun mengatakan, “Justru pada akhir tahun ini ada peningkatan kasus COVID-19, ada 318 kasus baru dan satu kematian. Jadi, pemberlakuan kebijakan ini (vaksin COVID berbayar) dirasa kurang tepat waktunya.”

“Jika masih dibebani anggaran vaksin COVID, entah dosis ke berapa, tentu akan semakin memberatkan. Kita punya vaksin anak bangsa yang seharusnya bisa melayani kebutuhan anak bangsa,” tegas Kurniasih.

Terkait hal tersebut, Kemenkes pun bersuara. Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik dr. Siti Nadia Tarmizi menjelaskan secara teknis penerapan vaksinasi COVID-19 berbayar sebetulnya sejalan dengan tindak lanjut Permenkes 23 No. 2023 tentang Kesiapsiagaan COVID-19 Pasca Pandemi COVID-19. Dirinya memastikan pemerintah sudah mengupayakan program tersebut tetap berjalan gratis pada kelompok rentan.

Sementara terkait kasus COVID-19, meski kasus konfirmasi harian terus merangkak naik, total bed occupancy rate (BOR) COVID-19 di RS relatif stabil. Tidak ada peningkatan atau lonjakan COVID-19 yang dikhawatirkan seperti varian terdahulu. Nadia juga menjelaskan mengapa kelanjutan vaksinasi COVID-19 gratis ke depan hanya ditujukan untuk kelompok rentan.

“Iya karena kelompok rentan itu fatalitasnya masih tinggi, oleh karena itu yang dijaga oleh pemerintah untuk tetap mendapatkan perlindungan dari vaksinasi,” kata Nadia

Nadia pun menjelaskan kasus COVID-19 memang masih dilaporkan 200-400 kasus per hari, tapi angka kematian dan perawatan RS masih rendah dan tidak ada tren peningkatan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *