Lintasbalikpapan.com – Polemik mengenai dana 14,6 triliun Pemprov DKI Jakarta yang masih mengendap di bank memicu perhatian publik. Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menjadi pihak pertama yang menyoroti lambatnya realisasi belanja pemerintah daerah, termasuk DKI Jakarta, yang menyebabkan dana tersebut belum terserap maksimal. Namun, Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung menegaskan bahwa dana itu bukanlah simpanan pasif, melainkan bagian dari perencanaan keuangan yang telah di siapkan untuk pembayaran proyek-proyek besar di penghujung tahun.
Dana 14,6 Triliun Pemprov DKI Jakarta Mengendap Bukan Tanda Kelemahan Keuangan
Dalam pernyataannya, Pramono Anung mengakui bahwa dana sebesar Rp 14,6 triliun memang benar berada di bank. Namun, ia menegaskan bahwa hal tersebut bukan karena pemerintah daerah tidak bekerja, melainkan karena adanya pola belanja daerah yang memang meningkat pada kuartal akhir setiap tahunnya. Pola ini bukan hal baru, sebab penyerapan anggaran pada akhir tahun sebelumnya juga menunjukkan tren serupa, sebesar Rp 16 triliun pada 2023 dan meningkat menjadi Rp 18 triliun di 2024.
Menurut Pramono, lonjakan pembayaran di penghujung tahun ini terjadi karena sebagian besar proyek fisik dan pengadaan barang serta jasa baru selesai administrasinya pada bulan November dan Desember. Dengan demikian, dana tersebut memang disimpan sementara agar bisa segera dicairkan untuk pembayaran proyek-proyek yang tengah berjalan. Ia juga memastikan bahwa uang itu tidak di investasikan dalam bentuk deposito atau instrumen lain yang berpotensi menimbulkan polemik.
Fokus untuk Pembayaran Proyek dan Pembangunan
Lebih lanjut, Pramono menegaskan bahwa dana yang kini mengendap itu sudah memiliki alokasi jelas. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah menetapkan penggunaannya untuk membayar proyek fisik, pengadaan barang, dan jasa publik yang di jadwalkan rampung pada dua bulan terakhir tahun anggaran 2025. Menurutnya, pola ini sudah menjadi karakter dari pelaksanaan APBD DKI Jakarta dan bukan merupakan bentuk kelalaian dalam pengelolaan keuangan daerah.
“Dana tersebut memang sudah di siapkan untuk menyelesaikan berbagai kewajiban di bulan November dan Desember,” ujar Pramono. Ia juga menyebut, pemerintah daerah tetap berkomitmen untuk menjaga transparansi dan memastikan dana publik itu bekerja sesuai tujuannya. Yakni meningkatkan kesejahteraan warga Jakarta melalui pembangunan infrastruktur dan pelayanan publik yang efektif.
Peringatan dari Pemerintah Pusat: Serapan Anggaran Harus Dipercepat
Di sisi lain, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengingatkan bahwa fenomena dana mengendap di bank. Seperti yang terjadi di DKI Jakarta mencerminkan rendahnya serapan anggaran di berbagai daerah. Berdasarkan data Kementerian Keuangan, hingga akhir September 2025 terdapat total dana Rp 234 triliun milik pemerintah daerah di seluruh Indonesia yang masih tersimpan di bank. Purbaya menilai bahwa masalah utama bukanlah ketiadaan dana, melainkan lambatnya eksekusi program di lapangan.
“Pemerintah pusat sudah menyalurkan dana dengan cepat. Sekarang tinggal bagaimana daerah memastikan uang itu benar-benar bekerja untuk rakyat,” tegas Purbaya dalam acara Pengendalian Inflasi Daerah 2025. Ia menekankan agar setiap pemerintah daerah mempercepat proses belanja agar dana publik bisa segera memberikan dampak nyata bagi masyarakat. Seperti perbaikan infrastruktur, pelayanan sosial, dan peningkatan ekonomi lokal.
Peringatan ini menjadi refleksi penting bagi pemerintah daerah. Termasuk DKI Jakarta, untuk terus menyeimbangkan antara kehati-hatian dalam perencanaan dan kecepatan realisasi anggaran. Dengan manajemen keuangan yang lebih adaptif, dana publik tidak hanya menjadi angka dalam rekening bank. Tetapi benar-benar menggerakkan roda pembangunan dan kesejahteraan warga.












