Lintasbalikpapan.com, BALIKPAPAN – Sejumlah proyek galian dan pengupasan lahan di Kota Balikpapan belakangan ini menjadi sorotan, terutama karena banyak yang melanggar aturan, mulai dari tidak memiliki izin hingga mengabaikan dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Hal ini memicu kekhawatiran terkait keselamatan dan keberlanjutan lingkungan kota.
Wahyullah Bandung, Anggota Komisi III DPRD Kota Balikpapan, menilai bahwa perencanaan pembangunan di kota ini sebenarnya sudah dirancang dengan baik. Namun, masalah sering muncul saat pelaksanaan di lapangan akibat lemahnya pengawasan dan penegakan hukum.
“Perencanaan itu selalu bagus dan sudah komprehensif. Persoalan mulai muncul saat implementasi, terutama soal pengawasan pelaksanaan dan kepatuhan terhadap aturan. Seringkali, keteledoran ini berujung pada pelanggaran, seperti tidak adanya izin atau pengabaian dokumen AMDAL,” ujar Wahyullah dalam wawancara, Senin (11/11/2024).
Wahyullah mengungkapkan bahwa pengawasan terhadap proyek-proyek pembangunan saat ini tidak seefektif dahulu. Ia mencontohkan keberadaan pengawasan bangunan secara rutin yang dulu dilakukan oleh tim khusus, namun kini lebih banyak bergantung pada laporan masyarakat atau tindakan Satpol PP yang bersifat eksekusi.
“Dulu ada tim pengawas bangunan (Wasda) yang rutin melakukan pemeriksaan. Sekarang, pengawasan lebih banyak pasif, hanya menunggu laporan. Padahal, jika ditemukan proyek yang melanggar aturan, seharusnya langsung dihentikan sementara atau disegel,” tegasnya.
Ia juga menyoroti pentingnya pengawalan regulasi yang sudah dibuat. Menurutnya, jika pelanggaran tidak segera ditindak, ini akan menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum di Balikpapan.
“Ketegasan sangat dibutuhkan. Jika ada proyek yang melanggar izin lingkungan atau dokumen seperti AMDAL, UKL-UPL, harus dihentikan dan disegel. Penegakan hukum itu bukan pilihan, melainkan kewajiban,” tegasnya.
Wahyullah juga mempertanyakan siapa yang bertanggung jawab melakukan pengawasan langsung terhadap proyek di lapangan. Saat ini, perizinan berada di bawah Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP). Namun, pengawasan pelaksanaan di lapangan masih belum terkoordinasi dengan baik antara Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait, Dinas Perumahan dan Pemukiman, serta Satpol PP.
“Pengalaman di lapangan menunjukkan bahwa koordinasi antar instansi belum optimal. Pengawasan sering terlepas, sehingga proyek yang melanggar bisa tetap berjalan tanpa tindakan tegas. Kita tidak hanya mengejar perizinan, tapi juga harus memastikan pelaksanaan sesuai dengan regulasi,” katanya.
Wahyullah menekankan bahwa segala bentuk pelanggaran, terutama yang terkait dokumen lingkungan, harus segera ditindak. Hal ini penting untuk menjaga keseimbangan antara pembangunan kota dan keberlanjutan lingkungan.
“Dokumen AMDAL, UKL-UPL, atau izin lingkungan lainnya bukan hanya formalitas, tapi wajib. Jika tidak ada dokumen itu, berarti proyek tersebut ilegal dan harus dihentikan. Ini tidak hanya soal aturan, tapi juga soal keselamatan dan kepedulian terhadap lingkungan,” jelasnya.
Menurutnya, ketidakjelasan dalam penegakan hukum hanya akan memperparah masalah. Ia mengajak semua pihak, baik pemerintah kota maupun masyarakat, untuk lebih peduli dan proaktif dalam melaporkan pelanggaran.
“Penegakan aturan adalah cerminan keseriusan kita dalam membangun kota yang berkelanjutan. Pemerintah harus menunjukkan ketegasan, dan masyarakat harus ikut mengawasi. Jangan sampai ada pembiaran terhadap pelanggaran yang merugikan lingkungan dan warga kota,” pungkasnya.
Sebagai langkah perbaikan, Wahyullah menyarankan penguatan fungsi pengawasan di setiap OPD terkait. Ia juga mendesak agar pengawasan dilakukan secara rutin, bukan hanya berdasarkan laporan.
“Pengawasan harus proaktif, bukan pasif. Pemerintah kota perlu mengaktifkan kembali tim khusus yang bisa turun langsung ke lapangan. Selain itu, koordinasi antar OPD juga harus diperkuat agar semua proyek yang berjalan memenuhi aturan yang ada,” tutup Wahyullah.
Kasus ini menegaskan pentingnya sinergi antara perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan dalam pembangunan kota. Tanpa langkah tegas, pelanggaran serupa akan terus terjadi, mengancam keselamatan lingkungan dan keberlanjutan Balikpapan sebagai kota yang berkembang. (*/ADV/DPRD Balikpapan)