Sarana Pendidikan Masih Minim, Peluang Kerja Kaum Difabel Terbatas

Lintasbalikpapan.com, BALIKPAPAN – Sejak 2022 lalu, sebanyak Enam kelurahan di Balikpapan menjadi pilot project program Sasana Inklusi & Gerakan Advokasi Difabel (Sigab). Sebuah lembaga kemasyarakatan yang bermitra dengan Kemitraan Australia-Indonesia Menuju Masyarakat Inklusif (INKLUSI) melalui program SOLIDER (Strengthening Social Inclusion for Diffability Equity and Rights).

Enam kelurahan tersebut. Diantaranya, Gunung Sari Ulu (GSU), Gunung Sari Ilir (GSI) Prapatan, Manggar, Manggar Baru dan Telaga Sari. Di mana menurut catatan Sigab, ada 334 kaum difabel di enam kelurahan tersebut.

Namun, angka ini bisa bertambah. Mengingat tidak semua penyandang disabilitas hingga keluarganya mau terbuka.

“Di enam kelurahan tersebut, telah dibentuk KDK (Kelompok Difabel Kelurahan). Teman-teman difabel di KDK bisa berbagi ide dan aspirasi. Termasuk mengadvokasi hak-hak mereka. Meningkatkan partisipasi hingga mengupayakan terbitnya regulasi dan berbagai kebijakan terhadap penguatan hak-hak disabilitas di Balikpapan,” beber Program Officier Program SOLIDER, Ninik di Sekretariat Sigab kaltim (Difamove) Gedung Parkir Klandasan, Rabu (11/9/2024)

Sayangnya masih banyak tantangan yang dihadapi. Amanah Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas yang menetapkan kuota minimal jumlah penyandang disabilitas yang harus dipekerjakan oleh perusahaan

Di mana dua persen dari total karyawan untuk BUMN atau badan usaha milik pemerintah dan satu persen dari total karyawan untuk perusahaan swasta hingga kini belum sepenuhnya berjalan.

“Berbagai faktor, pertama tentu masih terbatasnya posisi pekerjaan yang cocok untuk kaum difabel yang tersedia di perusahaan tersebut. Atau perusahaan tersebut belum siap menerima pekerja difabel karena belum memiliki sarana dan prasarana penunjang. Hingga tidak merasa diwajibkan karena tidak ada sanksi di dalamnya,” jelas Ninik.

Di sisi lain ada persoalan soal syarat pekerjaan. Sejumlah kasus menerpa penyandang disabilitas lulusan Sekolah Luar Biasa (SLB) yang tidak bisa melamar kerja hanya bermodal ijazah.

Perusahaan lebih memilih jika calon tenaga kerja dari kaum difabel mengantongi sertifikat keahlian. Karena itu pihaknya menggandeng Dinas Ketenagakerjaan dan perusahaan untuk mengadakan pelatihan berbasis kompetensi.

“Sigab juga mendampingi penguatan Unit Layanan Disabilitas (ULD) bidang ketenagakerjaan, memperkuat aksesibilitas dan inklusifitas layanan publik, serta penguatan penyadaran pendidikan inklusif untuk mendukung akses kerja difabel,” tambah Kuni Fatonah, Program Officier Program SOLIDER.

Selain isu terkait tenaga kerja, persoalan lain yang menjadi atensi adalah ketersediaan fasilitas pendidikan. Project Officer area Balikpapan Lily Handayani menceritakan, hingga kini dengan perkembangan Balikpapan sebagai penyangga Ibu Kota Nusantara (IKN), jumlah lembaga pendidikan SLB masih minim.

Di Kota Minyak, hanya ada satu SLB Negeri dan tiga SLB swasta. Di mana banyak keluarga kaum difabel yang secara ekonomi masih terbatas lebih memilih menyekolahkan anaknya di SLB Negeri.

“Sehingga setiap tahun ada saja anak-anak difabel yang terpaksa putus sekolah. Karena satu-satunya SLB Negeri yang ada tidak bisa menampung mereka. Selain faktor biaya, tidak adanya SLB di sekitar lingkungan mereka juga jadi faktor (anak-anak difabel putus sekolah),” ungkap Lily. (Djo)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *