Lintasbalikpapan.com, BALIKPAPAN – Sidang perkara dugaan penggelapan dengan terdakwa mantan direktur PT Duta Manuntung dan direktur PT Jawa Pos Jaringan Media Nusantara, Zainal Muttaqin kembali digelar di ruang Cakra Pengadilan Negeri Balikpapan, Kamis (16/11/2023) sore.
Informasi yang dihimpun, adapun agenda persidangan yang telah dilakukan sebanyak 16 kali itu, mengagendakan pembacaan pembelaan atau pleidoi oleh kuasa hukum terdakwa. Setelah sidang dibuka hakim ketua, Ibrahim Palino pun menyarankan kuasa hukum untuk membacakan pembelaan.
Setelah dipersilahkan, kuasa hukum terdakwa, Sugeng Teguh Santoso pun membacakan nota pembelaan. Nota pembelaannya lebih dari 150 halaman dan dibacakan secara bergantian.
“Rampasan aset dengan instrumen kriminalisasi. Sudah jelas semua dalam pembelaan kami bahwa tanah dan surat tanah itu milik Pak Zainal. Bagaimana bisa seorang yang secara Ilegal memiliki tanah, dijelaskan seluruh ahli bahkan ahli dari jaksa yang tercantum namanya di sana adalah pemilik tanah. Ini bisa dibantah dengan alat bukti yang setara,” ujar Sugeng menyampaikan inti dari pledoi kepada wartawan.
Sugeng menambahkan, mereka juga sudah mengurai teori tentang fakta autentik yang mereka miliki. Sementara Jaksa, menurut Sugeng, membantah data autentik yang mereka miliki hanya dengan bonggol cek.
“Bonggol cek tidak bercerita apapun. Kalau namanya pengakuan deklarasi tax amnesty sama kemudian dimasukkan dalam aset ini juga bukan bukti kepemilikan. Ini hanya klaim atau dalil. Jadi bukan bukti,” ungkapnya.
Ditambahkannya lagi, kalau memang bukti, harus dibuktikan di persidangan. Karena minimnya bukti kuat si pelapor dan hanya klaim saja, Sugeng pun berpendapat bahwa perkara ini adalah sebuah kriminalisasi.
“Saya berpendapat kalau klien kami harus bebas. Karena di awal saya sudah sampaikan perkara ini penuh kepentingan, janggal, dan tidak bisa dibuktikan,” tambahnya.
Sementara itu, dalam sidang sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejari Balikpapan telah membacakan tuntutan terhadap terdakwa. Adapun tuntutannya yakni pidana penjara selama empat tahun enam bulan yang mengacu pada Pasal 374 KUHP. (tun)