Lintasbalikpapan.com, BALIKPAPAN – Kebijakan efisiensi anggaran yang diterapkan pemerintah pada tahun 2025 membawa dampak signifikan bagi dunia perhotelan di Balikpapan. Pemangkasan anggaran di berbagai kementerian dan lembaga, termasuk proyek-proyek di Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, menyebabkan penurunan tajam pada tingkat hunian hotel.
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kota Balikpapan, Sugianto, mengungkapkan bahwa situasi bisnis hotel dan restoran tahun ini jauh berbeda dibandingkan dengan 2023 dan 2024.
“Pemangkasan anggaran ini berdampak besar. Secara nasional, ada penurunan pendapatan hingga 20 persen di sektor hotel dan restoran. Di Balikpapan, rata-rata tingkat hunian (occupancy) hanya mencapai 30 persen pada Januari hingga Februari 2025. Padahal, tahun lalu masih bisa mencapai 50 persen,” ujarnya.
Dengan tingkat hunian yang rendah, Sugianto menyebut tantangan utama adalah menutup biaya operasional.
“Untuk bayar ongkos saja berat. Jadi, sekarang teman-teman hotel harus berpikir kreatif dan mencari terobosan, seperti mengincar kegiatan-kegiatan yang masih memiliki anggaran. Namun, dengan banyaknya hotel baru di Balikpapan, persaingan semakin ketat,” tambahnya.

Meskipun menghadapi situasi sulit, Sugianto mengimbau pelaku usaha hotel untuk tidak menurunkan harga secara drastis.
“Kalau kita banting-banting harga, yang rugi kita sendiri. Lebih baik bersaing dengan strategi, bukan harga,” tegasnya.
Beralih ke Pasar Non-Pemerintah
Sekretaris PHRI Balikpapan, Derry Indrawardhana, mengatakan pihaknya kini tengah mencari peluang di pasar non-pemerintah, seperti kegiatan asosiasi nasional atau acara korporasi.
“Kami berencana menjalin kerja sama dengan dinas-dinas terkait agar Balikpapan menjadi tuan rumah untuk event-event skala nasional. Misalnya kongres atau pertemuan yang sifatnya non-pemerintah. Hal ini akan memberikan dampak ekonomi tidak hanya ke hotel, tapi juga ke sektor transportasi dan lainnya,” jelasnya.
Untuk mendukung langkah ini, PHRI Balikpapan akan mengadakan audiensi dengan Wali Kota Balikpapan.
“Kami akan menyampaikan kondisi berat yang dihadapi sektor perhotelan dan mencoba melobi agar badan pariwisata kota dihidupkan kembali. Dengan begitu, kita bisa menggalang dukungan dari asosiasi pusat untuk mengadakan lebih banyak kegiatan di Balikpapan,” kata Derry.
Strategi Bertahan di Tengah Krisis
Kondisi berat ini memaksa pelaku usaha perhotelan untuk lebih inovatif. Banyak hotel kini mulai melakukan “switching market”, yakni mengalihkan fokus dari kegiatan pemerintah ke pasar lain yang masih memungkinkan.
Namun, dengan tingkat persaingan yang semakin tinggi, diperlukan kerja sama dan koordinasi antara pelaku usaha dan pemerintah daerah untuk menciptakan solusi bersama.
“Kami semua berusaha keras. Ini bukan hanya soal bisnis hotel, tapi juga dampaknya pada ekonomi Balikpapan secara keseluruhan,” pungkas Sugianto.
Meski tantangan kian besar, dunia perhotelan di Balikpapan tetap berupaya bangkit dengan strategi baru dan kolaborasi lintas sektor untuk menjaga keberlangsungan bisnis dan memulihkan ekonomi lokal. (yad)