Lintasbalikpapan.com, BALIKPAPAN – Kota Balikpapan mencatatkan deflasi sebesar 0,10% (mtm) pada Februari 2025, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS). Secara tahunan, Indeks Harga Konsumen (IHK) Kota Balikpapan menunjukkan inflasi sebesar 0,18% (yoy), lebih tinggi dibandingkan angka nasional yang deflasi 0,09% (yoy) dan rata-rata gabungan empat kota di Kalimantan Timur yang mencatat deflasi 0,30% (yoy).
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Balikpapan, Robi Ariadi, menjelaskan bahwa deflasi di Balikpapan didorong oleh penurunan harga pada kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga dengan andil sebesar 2,92% (mtm).
“Stimulus pemerintah berupa diskon 50% untuk pelanggan listrik dengan daya hingga 2.200 VA hingga akhir Februari menjadi salah satu penyumbang utama deflasi,” ujar Robi.
Selain tarif listrik, komoditas lain seperti daging ayam ras, kangkung, tomat, dan ikan bandeng turut menyumbang deflasi. Produksi dan pasokan yang lancar, serta kondisi cuaca yang mendukung, berperan besar dalam menekan harga komoditas tersebut.
Namun, inflasi tetap terjadi pada beberapa komoditas, seperti angkutan udara, emas perhiasan, minyak goreng, beras, dan cabai rawit. Lonjakan harga angkutan udara dipicu oleh peningkatan permintaan selama libur awal Ramadan. Sementara itu, kenaikan harga beras dan minyak goreng disebabkan oleh kenaikan harga dari distributor.
Senada dengan Balikpapan, Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) juga mencatat deflasi sebesar 0,45% (mtm) pada Februari 2025, dengan inflasi tahunan tercatat deflasi sebesar 0,73% (yoy). Penurunan tarif listrik, daging ayam ras, tomat, ikan kembung, dan cumi-cumi menjadi penyumbang utama deflasi di PPU.
“Deflasi ini mencerminkan dampak positif dari stimulus pemerintah, terutama pada tarif listrik, serta produksi yang melimpah di sektor pangan,” kata Robi.
Meski begitu, kenaikan harga pada semangka, ikan layang, kangkung, ikan tongkol, dan cabai rawit menjadi pendorong inflasi di PPU. Permintaan tinggi selama periode awal Ramadan menjadi penyebab utama kenaikan harga sejumlah komoditas.
Meskipun deflasi tercatat pada Februari, Robi memperingatkan potensi inflasi yang lebih tinggi menjelang Ramadhan dan Idul Fitri.
“Peningkatan permintaan selama Ramadhan dapat mendorong konsumsi, terutama pada komoditas pangan, seperti cabai rawit dan cabai merah, yang pasokannya sensitif terhadap kondisi cuaca,” jelas Robi.
Hasil survei Konsumen Bank Indonesia menunjukkan optimisme masyarakat terhadap kondisi ekonomi, dengan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) berada di level 129,9. Namun, Robi menegaskan bahwa inflasi pangan tetap perlu diwaspadai, terutama pada komoditas yang rentan terhadap gangguan pasokan.
Bank Indonesia bersama Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) di Balikpapan, PPU, dan Kabupaten Paser terus bersinergi untuk menjaga inflasi tetap terkendali. Langkah-langkah yang dilakukan meliputi:
- High-Level Meeting TPID untuk memperkuat koordinasi.
- Kerja Sama Antar Daerah (KAD) dan optimalisasi toko penyeimbang.
- Gelar pangan murah dan operasi pasar untuk menjaga keterjangkauan harga.
- Pemanfaatan lahan pekarangan untuk meningkatkan produksi hortikultura.
Robi menambahkan bahwa Bank Indonesia juga akan mendukung program Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) guna menjaga inflasi di wilayah Kalimantan Timur tetap berada pada sasaran nasional sebesar 2,5% ± 1% di tahun 2025.
“Stabilitas harga dan daya beli masyarakat adalah prioritas utama, terutama dalam menghadapi momentum Ramadhan dan Idul Fitri,” tutup Robi.