Kebutuhan Pangan Masih Andalkan Dari Luar Daerah, Dewan Dorong Peningkatan Ketahanan Pangan Lokal

Lintasbalikpapan.com, BALIKPAPAN – Dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat, anggota Komisi II DPRD Kota Balikpapan, Jafar Sidik, menyoroti pentingnya pemenuhan kebutuhan dasar yang terdiri dari kebutuhan primer dan sekunder. Menurut Jafar, pemenuhan kebutuhan ini merupakan prioritas untuk mendukung kehidupan masyarakat agar lebih stabil dan berkualitas.

Dalam pandangannya, kebutuhan dasar masyarakat terbagi menjadi dua kategori, yaitu kebutuhan primer dan sekunder. Kebutuhan primer mencakup sandang, pangan, dan papan yang merupakan kebutuhan utama yang harus dipenuhi.

“Kalau kita bicara tentang kebutuhan masyarakat kita, ada dua dasar yang harus dipenuhi, primer dan sekunder. Primer itu ada sandang, pangan, dan papan. Itu harus terpenuhi dulu agar masyarakat dapat menjalani kehidupan dengan baik,” jelas Jafar pada Jumat (8/11/2024).

Kebutuhan sekunder, lanjutnya, meliputi berbagai layanan publik yang mendukung kehidupan sehari-hari, seperti ketersediaan air bersih, pasokan listrik, dan berbagai fasilitas lain yang mendukung kehidupan masyarakat. Menurut Jafar, keberadaan fasilitas ini tidak hanya mendukung kebutuhan dasar, tetapi juga mendukung produktivitas masyarakat.

Meski kebutuhan dasar tersebut menjadi prioritas, Kota Balikpapan menghadapi tantangan besar dalam pemenuhannya, terutama di sektor pangan dan sandang. Kota ini, yang lebih dikenal sebagai kota jasa, tidak memproduksi bahan pangan dan sandang secara mandiri. Sebagian besar kebutuhan pangan, seperti sayur-mayur, daging, serta bahan pangan pokok lainnya, harus dipasok dari daerah lain, terutama dari Surabaya dan Sulawesi.

“Balikpapan ini sebenarnya kota jasa, bukan kota yang memproduksi bahan pangan dan sandang. Kita banyak mengandalkan pasokan dari luar, seperti dari Surabaya dan Sulawesi, terutama untuk sayur-mayur dan daging,” ungkap Jafar Sidik. Ketergantungan ini menimbulkan kerentanan, terutama jika terjadi gangguan dalam pasokan akibat faktor alam, bencana, atau masalah distribusi.

Dia mencontohkan fluktuasi harga cabai beberapa waktu lalu sebagai dampak dari ketergantungan pada pasokan dari luar. Ketika ada kekosongan di daerah produksi, harga cabai melonjak hingga hampir mencapai Rp 100 ribu per kilogram.

“Ini agak rentan juga. Seperti kita ketahui banyak kasus terjadi apabila terjadi kekosongan di daerah produksi, maka bisa terjadi kelangkaan yang menyebabkan harga melambung,” jelasnya.

Kondisi ini tidak hanya memberatkan masyarakat, tetapi juga memengaruhi kestabilan ekonomi lokal.

Dalam menghadapi ketergantungan yang berpotensi menimbulkan masalah pada ketersediaan dan harga bahan pokok, Jafar mendorong adanya upaya untuk meningkatkan ketahanan pangan lokal. Menurutnya, ketahanan pangan lokal adalah langkah penting agar masyarakat Balikpapan tidak sepenuhnya bergantung pada pasokan dari luar daerah yang rentan terganggu. Ketahanan pangan lokal yang lebih kuat akan membantu menjaga stabilitas harga bahan pokok dan memastikan ketersediaan kebutuhan pangan yang lebih stabil di Balikpapan.

Jafar berharap pemerintah daerah dapat mendorong lebih banyak program yang mendukung ketahanan pangan lokal, seperti memperkuat sektor pertanian dan peternakan lokal yang sesuai dengan kondisi wilayah Balikpapan. Selain itu, dia juga mengajak pemerintah untuk bekerja sama dengan berbagai pihak untuk mempromosikan pertanian urban dan pengembangan lahan produktif di sekitar Balikpapan.

“Dengan ketahanan pangan lokal, kita bisa lebih mandiri. Masyarakat tidak akan terlalu bergantung pada pasokan dari luar yang bisa terganggu kapan saja. Ini penting, terutama untuk menjaga kestabilan harga bahan pokok,” pungkas Jafar. (*/ADV/DPRD Balikpapan)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *