Lintasbalikpapan.com, BALIKPAPAN – Pada bulan September 2024, setelah dua bulan berturut-turut mengalami deflasi, Indeks Harga Konsumen (IHK) Kota Balikpapan menunjukkan inflasi sebesar 0,10% (month-to-month/mom), berdasarkan data terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS).
Dengan inflasi ini, laju inflasi tahunan Kota Balikpapan tercatat mencapai 2,31% (year-on-year/yoy), sedikit lebih tinggi dibandingkan rata-rata inflasi nasional yang berada di angka 1,84% (yoy) dan inflasi gabungan empat kota di Provinsi Kalimantan Timur yang mencapai 2,16% (yoy).
Beberapa komoditas yang menjadi penyumbang utama inflasi bulanan di Kota Balikpapan pada bulan September 2024 adalah kangkung, bayam, udang basah, sawi hijau, dan ikan layang.
“Kenaikan harga sayuran seperti bayam, kangkung, dan sawi hijau dipicu oleh penurunan pasokan akibat cuaca buruk dan curah hujan yang tinggi, yang menyebabkan kegagalan panen dan menghambat distribusi ke pasar,” ujar Kepala Perwakilan Bank Indonesia Balikpapan, Robi Ariadi.
Di sisi lain, kenaikan harga udang basah dan ikan layang disebabkan oleh berkurangnya pasokan karena cuaca yang tidak bersahabat, yang mengganggu aktivitas nelayan di wilayah tersebut.
Meskipun demikian, inflasi di Kota Balikpapan berhasil ditahan oleh penurunan harga beberapa komoditas lainnya, seperti cabai rawit, daging ayam ras, angkutan udara, bensin, dan bahan bakar rumah tangga. Penurunan harga cabai rawit disebabkan oleh meningkatnya pasokan, sementara harga bensin mengalami penyesuaian turun berkat kebijakan PT Pertamina yang menurunkan harga bahan bakar minyak (BBM) non-subsidi secara nasional.
“Penurunan harga daging ayam ras disebabkan oleh stabilisasi distribusi yang mulai kembali normal, sementara harga angkutan udara turun setelah permintaan kembali ke level normal pasca berakhirnya rangkaian acara di Ibu Kota Nusantara (IKN),” ujarnya.
Serupa dengan Kota Balikpapan, Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) juga mencatat inflasi sebesar 0,23% (mtm) pada bulan September 2024, setelah mengalami deflasi selama tiga bulan berturut-turut dari Juni hingga Agustus 2024. Secara tahunan, inflasi IHK Kabupaten PPU tercatat sebesar 1,73% (yoy), lebih rendah dibandingkan inflasi nasional.
Komoditas yang menjadi penyumbang inflasi terbesar di Kabupaten PPU adalah ikan layang, kacang panjang, bayam, jagung manis, dan jeruk. Kenaikan harga ikan layang disebabkan oleh berkurangnya pasokan akibat kondisi cuaca buruk, sementara harga kacang panjang dan bayam naik akibat penurunan produksi karena hujan deras yang menyebabkan gagal panen.
“Selain itu, kenaikan harga jagung manis dan jeruk dipicu oleh peningkatan harga dari distributor,” tuturnya.
Stabilitas inflasi di Kota Balikpapan dan Kabupaten PPU tidak terlepas dari peran aktif Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) di kedua wilayah tersebut, yang bekerja sama dengan instansi terkait, termasuk Bank Indonesia. Sinergi ini meliputi berbagai kebijakan untuk memastikan pasokan komoditas tetap terjaga dan mencegah fluktuasi harga yang signifikan, sehingga tingkat inflasi tetap terkendali.
Tingkat inflasi yang terjaga ini memberikan kepastian terhadap daya beli masyarakat di kedua daerah tersebut. Berdasarkan survei konsumen yang dilakukan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia di Balikpapan pada September 2024, keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi mengalami peningkatan dibandingkan bulan sebelumnya. Peningkatan ini disebabkan oleh optimisme konsumen terhadap penghasilan dan ketersediaan lapangan kerja. Selain itu, daya beli masyarakat yang terus menguat juga tercermin dari peningkatan jumlah transaksi menggunakan QRIS di Kota Balikpapan, Kabupaten PPU, dan Kabupaten Paser pada bulan Agustus 2024, masing-masing sebesar 8,06%, 31,91%, dan 42,34% dibandingkan Juli 2024.
Secara keseluruhan, inflasi yang terkendali di Kota Balikpapan dan Kabupaten PPU menunjukkan sinyal positif bagi perekonomian lokal. Hal ini memberikan harapan bahwa kondisi ekonomi akan terus stabil, sekaligus memastikan bahwa daya beli masyarakat tetap terjaga, terutama di tengah upaya pemulihan ekonomi pasca-pandemi.
“Namun demikian, ke depan, inflasi daerah perlu terus diwaspadai seiring peningkatan curah hujan yang berpotensi mendisrupsi kontinuitas ketersediaan pasokan pangan khususnya komoditas hortikultura seperti kangkung, bayam, dan sawi hijau yang seringkali menjadi penyumbang inflasi,” pungkasnya. (*)