Lintasbalikpapan.com, BALIKPAPAN – Gabungan organisasi pers menggelar unjuk rasa di gedung DPRD Balikpapan. Mereka menyuarakan penolakan atas revisi Undang-Undang Pers. Di mana revisi tersebut berpotensi mengkriminalisasi dan membungkam kebebasan pers, hingga
kebebasan berekspresi, Senin (3/6/2024).
Koordinator aksi, Teddy Rumengan mengatakan revisi itu memuat sejumlah pasal-pasal kontroversi yang disusun Komisi I DPR RI akan memberangus kebebasan pers dan merenggut hak konstitusional masyarakat untuk memperoleh informasi.
Selain itu, proses perumusannya pun tidak melibatkan partisipasi masyarakat atau pihak yang berkepentingan sehingga berpotensi terjadi tumpang tindih aturan.
Teddy menyebut ada sejumlah pasal kontroversi dalam revisi Undang-undang Penyiaran. Mulai pasal 8A ayat (1) huruf (q) bahwa KPI berwenang menyelesaikan sengketa jurnalistik. Padahal itu bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1999 tentang Pers bahwa kewenangan menyelesaikan sengketa pers berada di Dewan Pers.
Selanjutnya, pasal 34F ayat (2) huruf (e) mengatur penyelenggara platform digital penyiaran dan/atau platform teknologi penyiaran lain wajib memverifikasi konten siarannya ke KPI sesuai Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Standar Isi Siaran (SIS).
Penyelenggara penyiaran yang dimaksud dalam pasal ini termasuk kreator yang menyiarkan konten lewat Youtube, TikTok, atau media berbasis user generated content (UGC) lainnya.
“Yang paling rentan terkait pasal 50B ayat (2) huruf c yang melarang penayangan eksklusif hasil produk jurnalistik investigasi. Lalu ada sejumlah aturan yang berpotensi menimbulkan dualisme antara Dewan Pers dan KPI karena dapat memutuskan aduan terkait sengketa jurnalistik,” kata Teddy.
Berikut peryataan sikap gabungan organisasi pers Balikpapan :
- Menolak pembahasan RUU Penyiaran, karena cacat prosedur dan merugikan publik, serta jadi pintu masuk bagi aturan-aturan yang tidak sesuai dengan kebebasan pers.
- Mendesak DPR untuk menghentikan pembahasan RUU Penyiaran karena bertentangan dengan nilai-nilai demokrasi dan penuh multi tafsir serta dapat mengkriminalisasi pers.
- Meminta DPR untuk melibatkan partisipasi publik dan berpedoman pada UU Pers dalam pembuatan regulasi tentang Pers. (Djo)