Lintasbalikpapan.com, BALIKPAPAN – Kerja keras tak mengkhianati hasil. Mungkin ungkapan ini yang bisa menggambarkan perjuangan seorang pria asal Batu Banawa, Kabupaten Buton Tengah, Sulawesi Tenggara yang kini terpilih menjadi Komisioner KPU Kota Balikpapan.
Ia bernama Makta. Pria 31 tahun itu menjadi salah satu komisioner di KPU Kota Balikpapan saat ini. Perjalanannya untuk duduk di kursi KPU tidaklah mudah. Lahir di lingkungan pedesaan, membuat Makta ingin mengubah nasibnya di perantauan. Setelah lulus sekolah di SMA Negeri 1 Mawasangka Timur, Buton Tengah pada tahun 2012, Makta mencoba mengadukan nasibnya yakni merantau ke Kota Balikpapan lantaran diajak oleh rekannya bernama Hamrin yang sudah lebih dulu merantau ke Balikpapan.
Di Balikpapan, Makta bahkan sempat kebingungan untuk keberlangsungan hidupnya. Ia pun bekerja serabutan guna mendapatkan uang. Mulai dari kuli hingga cleaning service di kolam renang Waterpark, Balikpapan Regency. Sampai pada suatu ketika Makta tertarik untuk kuliah.
“Kawan yang ngajak saya ini kebetulan kuliah, nah saya memang kerap diskusi sama dia. Saya cerita tentang kerjaan, dia cerita tentang kuliah. Saya pun akhirnya tertarik untuk kuliah juga,” kata Makta kepada lintasbalikpapan pada Selasa (26/3/2024).
Makta sempat ragu lantaran persoalan biaya perkuliahan yang cukup mahal baginya. Guna mewujudkan keinginannya itu, Makta mengumpulkan sedikit demi sedikit gajinya untuk bisa mendaftar kuliah. Hingga akhirnya pada tahun 2014 Makta pun berhasil masuk perguruan tinggi di Universitas balikpapan.
“Saya sempat berpikir waktu itu persoalan kuliah terkait uangnya itu nanti gitu kan, yang penting kita jadi dulu mahasiswa. Sehingga dari 2013 ke 2014 itu saya nabung, kerja bangunan saya, karena memang nggak punya skil lebih dari kampung kan, paling ya bangunan aja. Terus saya sempat juga kerja di waterpark jadi cleaning servis sampai jadi lifeguard yang jagaian pengunjung,” bebernya.
Baru saja duduk di bangku perkuliahan, Makta tertarik masuk organisasi. Ia pun akhirnya masuk dalam organisasi Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dan aktif dalam kegiatan maupun diskusi. Kemudian pada tahun 2015 atau setahun menjadi mahasiswa, Makta ikut bergabung dalam Mahasiswa Pecinta Alam (Mapala) Uniba.
Namun lantaran keterbatasan waktu, ia pun memilih untuk lebih fokus bekerja. Sampai akhirnya pada tahun 2016 ia bergabung di Himpunan Mahasiswa Buton. Di tahun ini, Makta memutuskan untuk menikah dan tinggal di bedeng kuli dengan biaya sewa Rp300 ribu per bulannya.
“Saya ngontrak di bedeng kecil dari triplek yang ditempel, Rp300 ribu perbulan bayar sewa disitu. Cuma syukurnya saat itu ada listrik dan airnya. Istri juga cukup kuat bertahan disitu, kurang lebih 4 tahun bertahan disana sampai punya anak satu masih tinggal disana. Berjalan apa adanya aja saat itu,” tuturnya.
Merasakan jatuh bangunnya perjuangan hidup, Makta pun tak kenal lelah dan tidak berhenti berorganisasi. Hingga akhirnya ia kembali aktif di Mapala Uniba pada tahun 2018 dan terpilih menjadi Ketua pada tahun 2019.
Berjalannya waktu, Makta akhirnya lulus dari perkuliahan dan ditawari kerja di salah satu perusahaan pengelasan. Disinilah kondisi perekonomian Makta mulai membaik. Namun lagi-lagi, Makta yang tak bisa lepas dalam berogranisasi akhirnya mengajukan cuti satu minggu ke kantornya untuk kegiatan di organisasi.
“Ada sesuatu hal di Organisasi yang harus saya kerja kan saat itu. Saya sampaikan akhirnya saat itu ke istri, bahwa saya harus ambil tanggungjawab itu di organisasi, saya izin kerja, saya selesaikan tanggungjawab di organisasi. Saya buat surat izin cuti kerja, pulang dari kegiatan organisasi rupanya saya sudah dipecat saat itu,” ungkapnya.
Tak memiliki pekerjaan, Makta kembali bangkit. Ia dipinjamkan tanah oleh salah satu seniornya di Mapala di kawasan Sungai Ampal pada tahun 2021. Di lahan inilah ia membuka usaha bengkel las hingga membuka warung kelontongan.
Keuntungan yang diraup dirasa cukup oleh Makta menghidupi keluarga kecilnya. Ia pun mencoba peruntungan dengan ikut seleksi Panwaslu saat itu. Ia pun terpilih menjadi anggota Panwaslu di Balikpapan Tengah.
“Berjalannya waktu, ternyata ikut panwaslu asik juga, kebetulan saya didivisi yang menangani pelanggaran. Bertemu dengan banyak orang dan sempat menangani beberapa kasus saat itu,” tuturnya.
Termotivasi untuk terjun di penyelenggara pemilu, Makta pun mencoba mengikuti seleksi menjadi anggota KPU Kota Balikpapan. Ia pun mencoba berkomunikasi dengan beberapa orang yang ia kenal. Sampai akhirnya ia menjalani beberapa tahapan seleksi baik di Balikpapan maupun di Samarinda.
“Pas nunggu hasil, cukup lama. Pas masuk 10 besar saya mengundurkan diri dari panwaslu. Kemudian, pengumuman di tanggal 24 Maret ternyata saya lolos. Istri saat tau lolos, cukup kaget, karena sempat nggak percaya. Bahkan saya sempat tanya ke salah satu senior di Mapala saat itu hanya diminta berdoa sebanyak-banyaknya, berpasrah sepasrah-pasrahnya. Setiap saya tanya hanya itu pesan nya sampai akhirnya keluar pengumuman,” pungkasnya.
Kini Makta duduk menjadi salah satu Komisioner KPU Kota Balikpapan. Dari perjalanan hidupnya itu, Makta memahami bahwa kerja keras tidak akan mengkhianati hasil. (Yad)