Netizen Keluhkan Cuaca yang Kembali Terasa Panas, BMKG Ungkap Penyebabnya

Lintasbalikpapan.com – Akhir-akhir ini cuaca panas kembali menyengat, padahal sudah masuk musim penghujan. Netizen di beberapa postingan media soaial menuturkan bahwa panasnya sangat terik, apalagi dari siang menjelang sore hari.

Seperti komentar yang dituliskan netizen berikut ini yang dikutip dari akun @undipmenfess, “Perasaan kemarin Semarang suasananya enak udh mulai adem sejuk, kok skrg panas lagi yaa. Mana panas bgt uuu, kalian ngerasa sama gasii? dips!”. “Tempat kalian balik ke musim panas lagi atau stay di musim hujan sih? Kok Bandung malah panas lagi ya, mana panas banget,” tulis akun @papaojol salah satu netizen di Bandung.

Cuaca yang kembali panas terik tersebut ternyata menurut BMKG yang dilansir dari Kompas.com adalah alasannya, “Kondisi tersebut tentunya dipengaruhi oleh kondisi dinamika atmosfer di mana dalam beberapa hari terakhir aktivitas fenomena atmosfer yang cukup berpengaruh terhadap peningkatan curah hujan,” kata Deputi Bidang Meteorologi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Guswanto.

Aktivitas fenomena atmosfer tersebut terlihat pada kondisi El Nino dan Dipole atau kondisi naik-turunnya suhu permukaan laut. “Kondisi El Nino Moderate dan Dipole Mode Positif menunjukkan potensi curah hujan rendah untuk wilayah Indonesia,” ungkapnya.

Guswanto pun menjelaskan, potensi curah hujan rendah tersebut diketahui dari analisis kondisi iklim global. “Hasil analisis kondisi iklim global menunjukkan kondisi El Nino Moderat dengan nilai NINO 3.4 sebesar +1.70 dan nilai SOI sebesar -6.0,” kata dia. “Nilai DMI sebesar +1.21 juga menunjukkan Dipole Mode Positif,” lanjutnya.

Sementara dari hasil analisis kondisi regional per 16 Desember 2023, curah hujan di Indonesia belum merata. Padahal, hujan dapat mengurangi hawa panas dan teriknya sinar Matahari karena pengaruh pergerakan awan hujan. Lebih lanjut, curah hujan yang belum merata itu diketahui dari analisis Outgoing Longwave Radiation (OLR), Madden Julian Oscillation (MJO), dan aktivitas gelombang ekuator.

“Analisis OLR, MJO, dan aktivitas gelombang ekuator menunjukkan kecenderungan peningkatan aktivitas konvektif di Pulau Sumatera bagian utara, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, NTB, NTT, Maluku, Maluku Utara, Papua Barat, dan Papua,” ucap Guswanto.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *